Pengamat Politik Yunarto Wijaya menilai pidato "Jangan Ganggu Jokowi" yang disampaikan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi sindiran bagi tokoh besar seperti Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto.
"Bargainingnya bisa terlihat bagaimana ini sindiran kepada tokoh besar, seperti Ibu Mega dan Pak Prabowo dan Ketum lainnya yang cenderung melakukan proses blocking politics," ujar Toto-panggilan Yunarto, saat dihubungi CNN Indonesia, Sabtu (25/4).
Lebih lanjut, Toto mengatakan hal tersebut menjadi salah satu cara SBY menunjukkan bahwa dirinya di atas semua kepentingan politik dan memiliki sikap politik yang berbeda dibandingkan dengan politisi dan tokoh lainnya.
"Kalau SBY main politik dengan memihak KIH-KMP atau menyerang pemerintahan yang ada, simpati masyarakat bisa mental kembali," jelas Toto.
"Akan lebih baik, limpahan simpati publik, dan kerinduan akan SBY ini direspon dengan sikap negarawan," tegas Direktur Eksekutif Charta Politika ini.
Kendati demikian, Toto mengatakan pidato tersebut menggambarkan karakter berpolitik SBY yang telah dilakukan sejak dulu, dalam sepuluh tahun memerintah sebagai Presiden Keenam Indonesia, dan setelahnya. Adapun, Toto menilai SBY memiliki karakter berpolitik solidarity maker.
"Dia pasti berbicara mengenai politik harmonisasi, dan politik kompromi. Ini karakter SBY dan tersisa pada saat dia sudah tidak lagi menjadi presiden," ujarnya. (Baca juga: Kader Nilai SBY Sebagai Pemersatu Partai Belum Tergantikan)
Dihadapan para Insan Muda Demokrat Indonesia (IMDI), SBY mengatakan IMDI dan Partai Demokrat tidak mengganggu pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang baru berjalan selama enam bulan tersebut. SBY meminta agar IMDI dapat mendukung pemerintah.
"Tidak ada yang ingin lihat bangsanya mundur, maka wajib IMDI dan Partai Demokrat beri kesempatan dan dukungan kepada Presiden Jokowi. Jangan diganggu. Beri kesempatan," ujar SBY di Hotel Grand Sahid Jaya, Jumat lalu.