Situs Islam diblokir, ada beberapa yang tidak berimbang |
Seperti diberitakan, penutupan 22 halaman ini menimbulkan banyak kerusuhan di masyarakat. Namun, pengamat media cyber, Fami Fahruddin justru menilai, langkah pemerintah menutup 22 situs itu tepat.
Sebab, ada beberapa pemilik situs sengaja ingin mengajarkan paham radikal ke masyarakat dengan tidak melihat kepada Undang-Undang Pers, dimana setiap pemberitaan harus berimbang. "Ada website itu tidak mengidahkan peraturan koran, karena menurut mereka (pemilik situs) yang diserang toh orang-orang kafir jadi buat apa ikuti peraturan, dan itu ada di 22 situ itu, dan ini tidak benar," terang Fami dalam sebuah diskusi " Mengapa Belum Halaman Onlline? ", di Jakarta, Sabtu (04/04/2015).
Alumnus Arizona State University itu menambahkan, pemerintah harus benar-benar menutup akses 22 situs tersebut agar masyarakat tidak lagi melihat itu kembali. Kata dia, jangan seperti situs Vimeo.com, dimana situs tersebut seperti YouTube, dan pemerintah pernah menutup situs itu pada tahun 2013 di bawah kepemimpinan Tifatul Sembiring sebagai Menkominfo.
Namun diutarakannya, situs Vimeo.com tersebut masih dapat diakses melalui broswer lain atau dari provider lain. Dan pemerintah terlihat masih bisa kecolongan, lantaran situs tersebut masih dapat diakses.
“Ini kan tidak sinkron, seperti Vimeo.com yang sudah diblokir. Tapi kalau saya coba pakai browser lain masih bisa, nah ini ada ketidaksinkronan dan ini harus menjadi perhatian ke pemerintah,” tegasnya.
Ikadi sepakat
Terkait dengan hal itu, Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Prof Dr. KH Ahmad Satori Ismail, MA sepakat situs-situs radikal diblokir jika memang menyebarkan ajaran sesat yang mengarah pada terorisme. Ini sudah menjadi tanggung jawab pemerintah dalam melindungi negara dan bangsa dari ancaman radikalisme dan terorisme.
“Di era yang sudah maju di mana orang boleh bicara tentang banyak hal. Tentu harus ada aturan-aturan yang jelas. Jika menyesatkan tentu sangat layak untuk dilakukan penertiban atau ditindak,” ujar Ahmad Satori Ismail saat dihubungi wartawan, Jumat kemarin.
Namun, dia minta kepada Kemkominfo dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bisa memberikan definisi radikal. Ini penting agar tidak menimbulkan pro dan kontra di kemudian hari.
“Dalam hal ini saya yakin Kemenkoinfo dan BNPT sudah melakukan investigasi, koordinasi dan tegas terhadap situs-situs radikal itu. Jika memang membuat keresahan dan tidak sesuai dengan ajaran Alquran, saya kira perlu diluruskan. Artinya menebarkan keresahan boleh tentu saja diblokir. Tetapi kalau situs yang menyampaikan ajaran Alquran dan Al Sunah yang benar sesuai dengan pemahaman islam yang moderat, menurut saya tidak boleh dihambat atau diganggu,” paparnya.
Menurutnya, di dalam Islam, yang namanya ucapan sesedikit apapun akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. “Oleh karenanya, bagi pengelola situs itu tidak boleh sembarangan menulis kecuali benar sesuai dengan Alquran dan Al Sunnah. Menulis tidak untuk menghasut. Juga tidak untuk membuat keributan atau kericuhan,” ucapnya.