Bukan rahasia umum jika stasiun TV Swasta METRO TV merupakan media pendukung Jokowi, media ini dalam hal penunjukkan Komjen Budi Gunawan mendukung penuh agar Presiden Jokowi segera melantiknya sebagai Kapolri menggantikan Jendral Sutarman.
Metro TV Via Editorial Tekan Presiden |
Berikut ini Editorial Metro TV yang sebelumnya berjudul "Berani Melantik Kapolri" diganti menjadi "Mengukuhkan Negara Presidensial" .
Yang intinya mendesak Presiden Joko Widodo melantik Kapolri pilihannya.
--------------------------------------------------------------------------------------
Mengukuhkan Negara Presidensial
Sidang Paripurna DPR, kemarin, akhirnya menyetujui penunjukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia oleh Presiden Joko Widodo. Dengan persetujuan tersebut, kini Presiden Jokowi sesungguhnya telah sah memiliki Kapolri terpilih. Langkah selanjutnya yang mesti dilakukan Presiden ialah melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri definitif. Tidak ada alasan lagi bagi Presiden untuk tidak melantik Budi Gunawan kendati yang bersangkutan telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.
Itulah langkah yang niscaya dilakukan ketika Jokowi hendak meneguhkan dan menegakkan aturan dalam tata kenegaraan. Pun, dengan melantik Kapolri terpilih, berarti Presiden konsisten menegakkan prinsip-prinsip presidensial yang kita anut. Sebuah prinsip yang secara konstitusional kita anut, tapi sejak reformasi bergulir kerap diingkari para pemangku kebijakan di Republik ini. Dengan tetap melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri, Kepala Negara juga telah memberikan jaminan kepastian hukum dalam bernegara dan berkonstitusi. Asas dalam hukum menegaskan bahwa prinsip presumption of innocence atau praduga tak bersalah mesti dijunjung tinggi.
Seseorang yang menyandang status tersangka oleh lembaga hukum tidak boleh dicap pasti bersalah hingga pengadilan memvonisnya. Penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK tidak serta-merta membuat hak konstitusionalnya untuk dipilih musnah. Apalagi, penetapan status tersangka itu bertolak belakang dengan penyelidikan lembaga penegak hukum lainnya, yakni Polri, yang menyatakan Budi Gunawan bersih dari tuding¬an memiliki rekening tidak wajar. Dari sisi undang-undang, proses pencalonan Kapolri yang dilakukan Komisi Kepolisian Nasional, Presiden, dan DPR telah sah.
Dengan begitu, jika Presiden, misalnya, mengambil langkah mundur dengan tidak melantik Komjen Budi Gunawan, ketiga institusi negara itu justru telah melanggar konstitusi. Jangankan tidak melantik, mencabut surat pengajuan calon Kapolri ketika surat itu sudah diterima secara administratif oleh DPR saja Presiden tidak boleh melakukannya. Dalam penjelasan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia disebutkan, presiden bisa menarik kembali usulannya hanya jika DPR menolak usulan tersebut.
Sementara itu, yang dimaksud dengan sejak kapan surat Presiden tersebut berlakunya ialah sejak surat Presiden diterima Sekjen DPR RI dan diterima secara administratif. Tidak ada cara lain kecuali Presiden melaksanakan konstitusi, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang Polri. Bukankah Presiden dalam sumpahnya menyatakan akan menjalankan undang-undang dengan selurus-lurusnya? Kendati ada yang menyebut bahwa melantik Budi Gunawan yang menyandang status tersangka sebagai Kapolri mengandung risiko tergerusnya popularitas, Presiden tak usah menimbang hal itu.
Bukankah telah berkali-kali pula Presiden Jokowi menyatakan ia bekerja bukan demi popularitas dan ia telah membuktikan ucapannya itu? Sekali lagi kita tandaskan bahwa bukan saatnya lagi bagi Presiden Jokowi untuk ragu-ragu. Keberanian Presiden memutuskan hal-hal yang tidak populer, tetapi sejatinya memberikan kepastian, sejauh ini telah teruji. Kini, langkah itu mesti dilanjutkan Presiden Jokowi dengan berani melantik Kapolri yang baru.