Walikota Bukittinggi Terima Kedatangan Ratusan PKL |
BUKITTINGGI, MINANG TERKINI : Sekitar 200 Pedagang Kaki Lima (PKL) dari kawasan Terminal Simpang Aur Bukittinggi, Senin (14/3/2016) siang mendatangi Balaikota Bukittinggi, dengan harapan pada Pemerintah Kota Bukittinggi untuk dapat melegalkan keberadaan mereka di dalam terminal, serta menuntut pemerintah untuk memberantas pungutan liar.
Awalnya, para pedagang ini melakukan aksi long march dan memulai perjalanan mendaki dari gerbang menuju Balaikota, yang berjarak sekitar 300 meter. Di sepanjang jalan, para pedagang ini mengusung sejumlah poster yang mereka bawa, serta menyuarakan aspirasi mereka secara lantang.
Namun setiba di depan Balaikota, para pedagang yang awalnya berniat melakukan orasi malah disambut baik oleh Pemko Bukittinggi. Tanpa sempat berorasi, seluruh pedagang akhirnya dibawa ke Aula Balaikota Bukittinggi untuk berdialog langsung dengan Walikota Ramlan Nurmatias.
Tak hanya walikota, namun dalam dialog itu juga dihadiri Wakil Walikota Bukittinggi, Irwandi, serta sejumlah pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, mulai dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo), Dinas Pasar, Satpol PP, serta dari TNI dan Polri.
Diberi kesempatan untuk berdialog dengan Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias dan Wakil Walikota Irwandi di Aula Balaikota Bukittinggi, para Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam kawasan Terminal Aur Kuning Bukittinggi langsung curhat.
Butet, salah seorang PKL yang berjualan sate di dalam kawasan terminal mengungkapkan, selama ini masing-masing pedagang dipungut biaya parkir dan biaya sampah oleh sekelompok orang, sementara tempat jualannya tetap ditertibkan oleh Satpol PP.
“Setiap hari, kami bayar uang parkir Rp5.000 per-pedagang, serta uang sampah sebesar Rp2 ribu per-pedagang. Kami tidak tahu, apakah uang itu disetor ke pemerintah atau tidak. Yang jelas, ada orang yang bertugas memungut uang itu. Meski kami wajib bayar, tapi kok kami tetap digusur juga,” tanya Butet.
Butet menjelaskan, hingga saat ini sebagian besar PKL di Aur Kuning tidak berjualan semenjak 15 hari lalu, saat ditertibkan oleh Satpol PP. Penertiban itu dilakukan menjelang penilaian Adipura.
“Kalau untuk penilaian Adipura, kami para PKL mendukung. Tapi, setelah itu bagaimana? Apakah kami tetap tidak boleh berjualan? Kami mau ditata, kami mau dibina, asal kami diperbolehkan menjual dalam terminal,” lanjut Butet.
Butet juga mengeluhkan aksi petugas Satpol PP yang sering main sita saat penertiban. Menurutnya, banyak perlengkapan jualannnya yang saat ini masih berstatus kredit atau belum lunas, sehingga bisa berdampak buruk bagi perekonomiannya jika barang jualannya harus disita Satpol PP.
“Kami hanya ingin makan pak. Sekarang hidup sulit, biaya hidup tinggi. Kami juga harus memikirkan biaya sekolah anak, sewa rumah, listrik, dan yang lainnya. Silahkan kami ditata, dan jika nantinya kami melewati garis batas, kami siap dipidana,” jelas Butet.
Lena, pedagang lainnya juga mengatakan, para PKL selalu di gertak dan ditakut-takuti oleh petugas Satpol PP, sehingga tidak memberikan rasa aman dan nyaman saat berjualan dalam terminal Aur Kuning.
“Intinya, kami menginginkan agar kami tetap berjualan di dalam terminal. Kami tak mau dipindahkan, tak mau berjualan di tempat lain. Silahkan tata kami, asal kami boleh berjualan,” sambung Lena. (mt/Gus)Source http://ift.tt/22dg3gx